Kepastian Hidup

"Kak Lodra, lihatlah mereka yang berdiri di sisi musuh. Apakah mereka tahu, mereka itu salah ?", tanya Hammu. Lodra hanya tersenyum. Hammu menggaruk kepalanya yang berbulu itu, tak paham.

"Kenapa engkau tersenyum, kak ? Kita adalah sisi yang benar, mereka yang salah. Selama rakyat gurun Kalahassia masih membiarkan diri mereka dikuasai oleh Majudda, tak akan ada yang namanya kebahagiaan dan perdamaian bagi kami !"

"Tahukah kau, Hammu? Bagaimana jika ternyata mereka memikirkan hal yang serupa ?", tanya Lodra.

"Maksud kakak ? Mereka juga menganggap kami, seperti yang kau bilang, 'pemberontak', sumber kejahatan, masalah dan penyakit yang harus dihilangkan ?", ucap Hammu. 

"Tidak, tidak. Maksudku, mereka bertempur untuk hal yang mereka percaya, begitu juga engkau dan seluruh rakyat Hukkui di Kalahassia; ada hal yang ingin kalian bela"

"Kakak tidak akan membela kami ?", tanya Hammu. Ia bingung dengan maksud sang Magus yang begitu berbelit-belit. 

"Aku membela kalian, karena kalian juga orang yang kupedulikan. Kau dan orang-orang Hukkui tidak punya senjata dan pasukan sebanyak mereka. Dengan bantuanku, kita akan mudah menang. Tapi, sebagai kepala suku, yang ingin kutanyakan padamu adalah bagaimana nantinya kau akan membantu kehidupan rakyatmu, setelah perang ini ? Apa kepastian yang kau berikan bagi mereka ?", tanya Lodra. Ia menuruni puncak bukit pasir menjauhi medan perang yang dipenuhi bala tentara Majudda dan rakyat Kalahassia yang tengah menata perkemahan.

 Hammu yang bingung langsung menyusul Lodra. 

"Kau tahu aku tidak suka hal semu ! Kini kau tinggal memutuskan, apakah kau akan membantu peperangan kami atau tidak ? Jawab, apa yang harus kulakukan ? Apa sih kepastian dalam hidup ini ? Apa jaminan kalau apa yang kita lakukan itu akan selalu sesuai dengan tindakan dan rencana kita?", tanya Hammu pada Lodra. 

Lodra diam sejenak, matanya menatap jauh ke depan, sebelum Hammu menarik bahunya.

"Hei, kak Lodra. Apa yang terjadi ?", tanya Hammu. 

Mata Lodra menjadi kuning menyala. Tubuhnya bersinar, memancarkan hawa panas yang membakar sekaligus menusuk. Kini, ia tengah dalam titik fana. 

"JANGAN LAKUKAN ITU LAGI!", ujar Lodra. Hammu pun tunduk.

"Kau harus sadar, siapa kau! Siapa aku! Kau ini pemberontak, orang yang membuat rakyat Hukkui ditindas dan dihina! Semestinya kau malu dan bersyukur, para tetua masih memercayai nasehatku! Kau tidak boleh membuat mereka kecewa lagi!", teriak Lodra.

"ayolah, kak ! Kau harus memberiku jawaban!", ujar Hammu sambil memohon. Lodra menghela nafas, sebelum kembali ke titik sadarnya.  Ia menatap Hammu dengan kesal.

"Kepastian di dunia ini adalah, kelahiran, kehidupan, dan kematian. Alam ini ada sejak dulu, tidak tercipta namun merupakan akumulasi dari unsur pemula dunia, yaitu akasha. Kita hadir disini tanpa arti sejati, sebab makna hidup itu terpatri. Makhluk yang hadir di dunia akan merasakan bahagia-sengsara, dari mereka dan untuk mereka sendiri. Masalah akan ada, begitu juga pemecahnya, hanya saja, kapan ia akan datang, tidak terduga. Maka, nikmati, jalani hidup dengan kewaspadaan serta kebijaksanaan. Niscaya hidupmu akan ada dalam tataran yang disebut kemuliaan", jelas Lodra. 

Hammu termangu. Tidak ada sanggahan, hanya termangu. Masih bingung ia mencerna kata-kata yang Lodra ucapkan tadi. Ia ingin memintanya mengulang kata-kata itu, namun ia tahu, kakak seperguruannya itu tak suka mengulang-ulang cerita.

"Tapi, kak, bagaimana caranya meraih kepastian itu, atau setidaknya, membuat kepastian itu dekat di hidup kita?", tanya Hammu.

"ketahuilah, Hammu, sang pembangkang gurun timur. Kekuatan, kebijaksanaan, pengetahuan, dan kebaikan adalah kunci hidup. Mereka yang kuat, takkan mengagungkannya. Yang bijaksana takkan memamerkannya. Dia yang baik, takkan menunjuk-nunjukkannya, dan mereka yang tahu, akan selalu menganggap kurang pengetahuannya. Kerendahan hati yang disertai pemikiran tulus, niscaya membuahkan hasil", jelas Lodra. 

"Lantas, kita tak boleh mudah menyerah, walau kita mungkin gagal atau kecewa dengan kehidupan kita ?", tanya Hammu lebih lanjut.

"Siapa yang berupaya, akan menuai hasil. Banyak tidaknya, hanya manusia itu penentunya. Manfaat akan dirasakan jika ia memberi, celaka akan dirasakan jika ia merampas dan mencederai. Kau telah gagal menjadi sosok yang diharapkan oleh ayahmu sendiri, dan kini, jangan gagal menjadi sosok yang diharapkan oleh rakyatmu. Pergilah, dan capailah langkah awal memberi kepastian hidup bagi rakyatmu".

"Apa kakak yakin, dan punya bukti bahwa aku bisa?", tanya Hammu. Lodra menepuk bahunya, dan mengangguk. 

"Kalau kau ragu, kau sudah pingsan saat aku murka", jelasnya.

Comments

Popular Posts